Sebelumnya saya tidak ada gambaran bakal menulis dengan judul ini. Tapi karena ada sesuatu dorongan dari dalam hati, membawaku untuk menulis kisah singkat ini.
Aku
memiliki sahabat. Namanya Rani (Nama samaran), usianya tiga tahun dibawahku. Meski
usia tidak sama, tapi kami cocok dalam segala hal.
Singkat
cerita, Flash back empat bulan yang lalu saya pulang kampung. Selama dikampung saya
disibukkan dengan urusan-urusan dirumah. Mencuci, memasak, bersih-bersih rumah,
keliling silaturahmi dengan keluarga juga teman-teman lama di sana, dll. Saya lupa
akan semua teman-temanku di tempat kuliah. Saking sibuknya saya tidak sempat
balas sms ataupun ladenin telfon di daerah tempatku kuliah.
Saya memang tipikal manusia seperti itu, dimana saya berada, maka disitulah saya berinteraksi. Artinya gini, saya adalah orang yang selalu hidup di satu tempat yaitu dimana saya berada saat itu, ya kalau misalnya saya berada ditempat A, maka saya akan lupakan atau abaikan sahabat-sahabatku ku yang berada ditempat B, begitu seterusnya. Itulah makanya, teman-teman/Sahabat ngecap bahwa saya adalah manusia sombong. Sebenarnya saya tidak bermaksud sombong, namun saya juga bingung dengan kebiasaan seperti ini. Jika saya pulang ke kampung halaman, maka saya akan disibukan dengan rutinitas disana dan teman-temanku yang kebetulan berada di lain tempat akan putus koneksi dengan saya, begitupun sebaliknya dan seterusnya. Hingga kebiasaan yang menurutku buruk seperti ini, membawaku pada sebuah penyesalan yang besar. Saya selalu menyesal dengan semua kejadian dimasa-masa lalu saya.
Ok, kembali ke cerita awal,,
Tiga minggu yang lalu saya kembali dari kampung menuju tempat perkuliahanku lagi. Karena saya sudah berada ditempat kuliah, maka saya memulai membangun kembali komunikasi dengan teman-teman sekitar tempat perkuliahanku. Kucoba tuk hubungi dan temui langsung semua teman-temanku satu persatu, bahkan dikesempatanku, saya sempatkan untuk mengunjungi tempat kost mereka masing-masing atau saya yang mengundang mereka ke tempatku, hingga komunikasiku berjalan membaik kembali. Lalu aku mulai teringat sahabatku Rani. Tak buang waktu lama, saya langsung sms dia menanyakan kabar dan memang beberapa bulan yang lalu selama saya dikampung, saya selalu tak membalas SMS juga telfon darinya.
Berapa kali aku sms tidak pernah dibalasnya. Hari berganti, ku tak putus asa untuk terus hubungi dia. Karena saya sadar bahwa saya memang sudah keterlaluan dengan dia, Jadi saya masih maklum dengan perlakuanya yang tak mengangkat telfon atau balas sms ku. Beberapa hari yang lalu saya mencoba telfon nomornya, tapi tidak jua diangkatnya. Hampir tiap hari aku hubungi dia namun tak jua ada respon. Entah kenaapa saya mulai kesal dengan hal itu, karena tak biasanya Rani mengabaikanku seperti ini. Rani itu anaknya baik, Lembut, dan santun, apapun yang terjadi saat-saat kami bersama dulu, tak membuatnya menjauh dariku, bahkan bisa dibilang, ia selalu datang di kost ku, sekedar menghabiskan waktu berdua sambil berdiskusi tentang mata kuliah dia dan tugas-tugasnya karena saya seniour sejurusanya.
Karena kekesalanku sudah tak tertahan lagi, mulai hari itu aku putuskan untuk tidak menghubungi dia lagi sampai dia sendiri yang menghubungiku. Hari ini aku secara tidak sengaja bertemu dengan Ayahnya. Kebetulan Ayahnya adalah salah satu dosen saya. Ayahnya memang dari awal sudah menganggap saya seperti anak sendiri, karena beliau tahu bahwa anak satu-satunya itu paling akrab dengan saya dibanding dengan teman-teman seangkatanya.
Sekitar satu jam yang lalu saya bertemu dengan Ayahnya, seperti biasa ku sapa ramah Ayahnya dengan senyum, namun ada yang aneh, respon ayahnya biasa saja, tak seceria seperti dulu. Ayahnya bahkan menatapku dengan tatapan yang dalam. Aku mulai bertanya-tanya, tidak biasanya Ayahnya bersikap seperti itu. “Ada hal apa sih ?” Batinku.
Saya memang tipikal manusia seperti itu, dimana saya berada, maka disitulah saya berinteraksi. Artinya gini, saya adalah orang yang selalu hidup di satu tempat yaitu dimana saya berada saat itu, ya kalau misalnya saya berada ditempat A, maka saya akan lupakan atau abaikan sahabat-sahabatku ku yang berada ditempat B, begitu seterusnya. Itulah makanya, teman-teman/Sahabat ngecap bahwa saya adalah manusia sombong. Sebenarnya saya tidak bermaksud sombong, namun saya juga bingung dengan kebiasaan seperti ini. Jika saya pulang ke kampung halaman, maka saya akan disibukan dengan rutinitas disana dan teman-temanku yang kebetulan berada di lain tempat akan putus koneksi dengan saya, begitupun sebaliknya dan seterusnya. Hingga kebiasaan yang menurutku buruk seperti ini, membawaku pada sebuah penyesalan yang besar. Saya selalu menyesal dengan semua kejadian dimasa-masa lalu saya.
Ok, kembali ke cerita awal,,
Tiga minggu yang lalu saya kembali dari kampung menuju tempat perkuliahanku lagi. Karena saya sudah berada ditempat kuliah, maka saya memulai membangun kembali komunikasi dengan teman-teman sekitar tempat perkuliahanku. Kucoba tuk hubungi dan temui langsung semua teman-temanku satu persatu, bahkan dikesempatanku, saya sempatkan untuk mengunjungi tempat kost mereka masing-masing atau saya yang mengundang mereka ke tempatku, hingga komunikasiku berjalan membaik kembali. Lalu aku mulai teringat sahabatku Rani. Tak buang waktu lama, saya langsung sms dia menanyakan kabar dan memang beberapa bulan yang lalu selama saya dikampung, saya selalu tak membalas SMS juga telfon darinya.
Berapa kali aku sms tidak pernah dibalasnya. Hari berganti, ku tak putus asa untuk terus hubungi dia. Karena saya sadar bahwa saya memang sudah keterlaluan dengan dia, Jadi saya masih maklum dengan perlakuanya yang tak mengangkat telfon atau balas sms ku. Beberapa hari yang lalu saya mencoba telfon nomornya, tapi tidak jua diangkatnya. Hampir tiap hari aku hubungi dia namun tak jua ada respon. Entah kenaapa saya mulai kesal dengan hal itu, karena tak biasanya Rani mengabaikanku seperti ini. Rani itu anaknya baik, Lembut, dan santun, apapun yang terjadi saat-saat kami bersama dulu, tak membuatnya menjauh dariku, bahkan bisa dibilang, ia selalu datang di kost ku, sekedar menghabiskan waktu berdua sambil berdiskusi tentang mata kuliah dia dan tugas-tugasnya karena saya seniour sejurusanya.
Karena kekesalanku sudah tak tertahan lagi, mulai hari itu aku putuskan untuk tidak menghubungi dia lagi sampai dia sendiri yang menghubungiku. Hari ini aku secara tidak sengaja bertemu dengan Ayahnya. Kebetulan Ayahnya adalah salah satu dosen saya. Ayahnya memang dari awal sudah menganggap saya seperti anak sendiri, karena beliau tahu bahwa anak satu-satunya itu paling akrab dengan saya dibanding dengan teman-teman seangkatanya.
Sekitar satu jam yang lalu saya bertemu dengan Ayahnya, seperti biasa ku sapa ramah Ayahnya dengan senyum, namun ada yang aneh, respon ayahnya biasa saja, tak seceria seperti dulu. Ayahnya bahkan menatapku dengan tatapan yang dalam. Aku mulai bertanya-tanya, tidak biasanya Ayahnya bersikap seperti itu. “Ada hal apa sih ?” Batinku.
Tak
kubiarkan lama rasa penasaranku, aku mulai coba ajak ngobrol. Ditengah percakapan
kami, Ayanya mulai membicarakan anaknya Rani.
“Nak”
Sapa Ayah Rani pelan
“Iya
Pak…”
“Kamu
sudah tahu kabar tentang Rani ?” Mendengar pertanyaan itu, membuatku kembali merasakan kesal dan marah, mengingat perlakuan anaknya ini yang mengabaikanku. Aku kesal dan marah itu menurutku masih wajar sekali karena mengingat dia itu bagiku juga seperti adik sendiri. Aku kesal karena tidak biasanya dia
sombong terhadapku, sms tidak pernah dibalas dan telfon pun tidak pernah di
angkat.
“Kabar
tentang Rani ? Maksudnya Pak ? Kenaapa dia.. ?” Tanyaku bertubi-tubi
“Rani
sudah meninggal tiga bulan yang lalu”
“Apa
?????”
"Iya Nak,, jadi saya mohon, kalau ada salahnya mohon dimaafkan” Nadanya pelan sambil
pergi berlalu. Pergi meninggalkaknku dengan kondisi kaku. Aku benar-benar tak
menyangka. Ingin hati masih mau ajak ngobrol banyak tapi sepertinya Ayahnya sengaja
pergi cepat, ia tak mahu menampakkan kesedihan terhadapku.
Masih
dalam kondisi yang tidak percaya, aku cepat mencari dan secepatnya sapa teman-teman satu angkatanya. Mereka
membenarkan hal itu, hal bahwa Rani sudah meninggal tiga bulan yang lalu. Bagaikan Guntur diterik mentari rasanya aku sama sekali masih belum menyangka, tak terasa air mataku menetes, mengalir perlahan di pipi
sebelah kananku. Ku langkahkan kakiku yang begitu berat, tanpa sepatah kata aku
tinggalkan kampus pulang kembali ke kost meski sebenarnya urusanku masih banyak terutama urusan Skripsiku. Setiba di kost, meski sahabat dan tetangga-tetangga kamar datang lalu lalang ke kamarku, tetap tak merubah kekakuan dan kebisuanku. Meski banyak sahabat-sahabat, saya juga adalah tipe orang yang introvert dengan masalah-masalah sendiri, tak gampang blak-blakan menceritakan semua apa yang aku rasakan, bahkan saya cenderung selalu menyembunyikan apa yang aku rasakan. Aku bingung aja, tak tahu harus cerita dengan siapa,
hingga membawaku untuk membuka laptop dan mulai menuliskan kisah ini.
Selama saya menuliskan ini, air mataku terus saja turun dan tanpa henti mengalir dipipiku. Entah kenaapa kejadian yang satu hal ini kembali membuatku tenggelam kedalam penyesalan, saya menyesal tak mengangkat telfon dan sms yang menanyakan kabarku. Saya berpikir, disaat Rani menghubungiku sampai berkali-kali itu, mungkin saat-saat itulah ia memang tengah dalam kondisi dirawat dirumah sakit dan hendak mengabariku. Yang saya herankan, mengapa ia tak sms saja, menuliskan atau meberitahuku tentang sesuatu yang menimpanya,, atau ughhh... entah,... Saya merasa bahwa saya ini memang tak patut jadi sahabat yang baik, rasa bersalahku bercampur dengan luka dan penyesalan hingga batin ini serasa sakit tak mampu membendung air mata lagi. Menurut cerita teman-teman seangkatanya tadi di kampus, Rani meninggal karena penyakit yang selama ini dia sembunyikan dari keluarga dan teman-temanya bahkan aku. Disaat dibawa dirumah sakit, kondisinya sudah tak bisa tertolong lagi. Sebelumnya ia sempat dirawat beberapa minggu hingga ia menghembuskan nafas terakhirnya.
Ini bukan sekedar kisah persahabatan atau apalah jenisnya.... tak ditambah-tambah bahkan malah banyak yg dikurangin. Pertemanan kami tidak sesingkat kisah yg seceritakan ini,, kami mulai bersahabat sejak awal pertemuan pertama ia masuk sebagai mahasiswa baru di Fakultas Teknik jurusan Teknik Industri yang kebetulan saya adalah salah satu panitia Ospek angkatanya dulu. Ada banyak kisah yang sudah kami lewati bersama, bukanya lebai ya, tapi persahabatan dikalangan perempuan memang terkesan melankolis dan kadang seperti orang pacaran. Saya tentu memiliki banyak sahabat, bukan hanya dia, dan saya tipe humanis, pemuja hubungan yang harmonis terutama yg namanya sahabat. Mungkin sebagian orang menganggap ini hal konyol, tetapi bagiku, ini adalah perjalanan hidup yang akan membuatmu tersenyum-senyum sendiri dimasa tuamu disaat kamu memikirkanya. Dan untuk Rani sahabatku, mudah-mudahan engkau damai disana, maafkan kelakuanku dan saya berjanji, saya tidak akan melakukan hal yang sama dengan sahabat-sahabatku yang lain.
Sungguh berat bagiku karena tiap sore atau tiap sempat, aku sudah tak memiliki teman selucu dan sepolos dia yang selalu datang menemaniku lagi. Meski berat, ya hidup masih harus tetap berlanjut bukan ?... hmmm... Mau bagaimanapun, 'WAKTU' tetap tak akan berkompromi denganmu untuk mengabulkan keinginan2 mu. Artinya kita tak bisa kembali atau merubah keadaan-keadaan dimasa lalu.
Selama saya menuliskan ini, air mataku terus saja turun dan tanpa henti mengalir dipipiku. Entah kenaapa kejadian yang satu hal ini kembali membuatku tenggelam kedalam penyesalan, saya menyesal tak mengangkat telfon dan sms yang menanyakan kabarku. Saya berpikir, disaat Rani menghubungiku sampai berkali-kali itu, mungkin saat-saat itulah ia memang tengah dalam kondisi dirawat dirumah sakit dan hendak mengabariku. Yang saya herankan, mengapa ia tak sms saja, menuliskan atau meberitahuku tentang sesuatu yang menimpanya,, atau ughhh... entah,... Saya merasa bahwa saya ini memang tak patut jadi sahabat yang baik, rasa bersalahku bercampur dengan luka dan penyesalan hingga batin ini serasa sakit tak mampu membendung air mata lagi. Menurut cerita teman-teman seangkatanya tadi di kampus, Rani meninggal karena penyakit yang selama ini dia sembunyikan dari keluarga dan teman-temanya bahkan aku. Disaat dibawa dirumah sakit, kondisinya sudah tak bisa tertolong lagi. Sebelumnya ia sempat dirawat beberapa minggu hingga ia menghembuskan nafas terakhirnya.
Ini bukan sekedar kisah persahabatan atau apalah jenisnya.... tak ditambah-tambah bahkan malah banyak yg dikurangin. Pertemanan kami tidak sesingkat kisah yg seceritakan ini,, kami mulai bersahabat sejak awal pertemuan pertama ia masuk sebagai mahasiswa baru di Fakultas Teknik jurusan Teknik Industri yang kebetulan saya adalah salah satu panitia Ospek angkatanya dulu. Ada banyak kisah yang sudah kami lewati bersama, bukanya lebai ya, tapi persahabatan dikalangan perempuan memang terkesan melankolis dan kadang seperti orang pacaran. Saya tentu memiliki banyak sahabat, bukan hanya dia, dan saya tipe humanis, pemuja hubungan yang harmonis terutama yg namanya sahabat. Mungkin sebagian orang menganggap ini hal konyol, tetapi bagiku, ini adalah perjalanan hidup yang akan membuatmu tersenyum-senyum sendiri dimasa tuamu disaat kamu memikirkanya. Dan untuk Rani sahabatku, mudah-mudahan engkau damai disana, maafkan kelakuanku dan saya berjanji, saya tidak akan melakukan hal yang sama dengan sahabat-sahabatku yang lain.
Sungguh berat bagiku karena tiap sore atau tiap sempat, aku sudah tak memiliki teman selucu dan sepolos dia yang selalu datang menemaniku lagi. Meski berat, ya hidup masih harus tetap berlanjut bukan ?... hmmm... Mau bagaimanapun, 'WAKTU' tetap tak akan berkompromi denganmu untuk mengabulkan keinginan2 mu. Artinya kita tak bisa kembali atau merubah keadaan-keadaan dimasa lalu.
"Hikmah
yang aku ambil : Ternyata berhubungan intens dengan sahabat itu penting"
No comments:
Post a Comment