MEMAHAMI FUNGSI PPIC ( PRODUCTION
PLANNING INVENTORY CONTROL )
PENDAHULUAN
Fungsi Planning dalam perusahaan
(manufacture) dijalankan oleh bagian PPIC ( Production Planning and Inventory
Control ). Disamping memiliki fungsi production planning, PPIC juga
memiliki peranan dalam manajemen Inventory.
Inventory atau barang persediaan merupakan
aset perusahaan yang berupa persediaan bahan baku/raw material, barang-barang
sedang dalam proses produksi, dan barang-barang yang dimiliki untuk dijual. Karena
inventory disimpan di gudang, maka manajemen inventory dan gudang sangat
berkaitan. Pergudangan sendiri adalah kesatuan komponen didalam Suplay
Chain product. Gudang berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang ya,
sampai digunakan dalam proses produksi. Fungsi penyimpanan ini sering
disebut ruang persediaan, gudang bahan baku, dll. Perusahaan besar atau kecil,
untuk pengadaan dan penyimpanan barang ini diperlukan biaya besar. Biaya
penyimpanan ini setiap tahun umumnya mencapai sekitar 20 – 40% dari harga
barang (Indrajit, R,E., Djokopranoto,R., Manajemen Persediaan, 2003,
Gramedia, hal.3). Untuk itu diperlukan strategi atau manajemen inventory yang
baik agar biaya persediaan optimum.
Dalam Struktur Organisasi ada beberapa variasi
untuk mempertegas fungsi Planning dan Gudang (material ware house dan
Final Product ware house), untuk kondisi seperti ini, PPIC bertanggung
jawab pada Monitoring Persediaan ( Safety Stock, Mengeluarkan Bill of
Material, akurasi data inventory, efektivitas sistem informasi )
Sedangkan aktivitas pergudangan, seperti; 1) Penerimaan,
Penyimpanan, dan pengiriman raw material ke bagian processing, 2) Penerimaan,
Penyimpanan, dan pengiriman final product ke Customer, 3) Mengoperasikan
Sistem informasi, Umumnya dibawah kendali Head Ware House setingkat
Supervisor atau Manager, disesuaikan dengan Lingkup tanggung jawabnya.
Production Planning
Control
Tugas umum dari PPIC adalah menerima order dari bagian
Penjualan ( Sales/marketing ) lalu memastikan order ini selesai dan dikirim ke
customer pada waktu yang sudah disepakati. Simple bukan ?
Tidak sesimple definisinya, fungsi PPIC berkaitan erat
dengan fungsi Marketing, Purchasing, dan Produksi. Disamping itu Informasi
mengenai level of raw material, Work In Process (WIP), Final Product, dan data
stock opname untuk bagian Finance terutama dalam pembuatan laporan
keuangan perusahaan juga termasuk dalam tanggung jawab PPIC .Beberapa
perusahaan memiliki gaya manajemen production planning yang tampak
berbeda secara teknis, tapi secara umum fungsi ini tidak jauh berbeda. Situasi
Market menuntut produsen mampu menerapkan strategi operasi yang paling tepat.
Salah satu contohnya, untuk menekan biaya penyimpanan, customer menuntut
produsen menerapkan model produksi make to order, dengan variasi item
product yang tinggi dan pemesanan dalam quantity kecil. Faktor ini akan sangat
mempengaruhi model system planning diperusahaan tersebut.
Saya mengajak anda untuk mendalami peran PPIC secara
spesifik. Ada cerita yang dapat menjelaskan pola ini, Kami memiliki model
produksi MTO, dengan market Jepang sebagai salah satu "potensial market"
, pola order barang dari sisi Customer/Distributor Jepang sangat menarik. Saat
barang datang di pelabuhan, kontainer langsung didistribusikan ke Customer
mereka. Jadi produk kami tidak perlu dikeluarkan dari kontainer. Distributor
ini sudah memasukkan jadwal kedatangan atau bongkar muat saat sampai di
Pelabuhan disana, jadi mereka tidak memerlukan Gudang perantara untuk
menyimpan. Tidak hanya ini, biasanya pola MTO ini diikuti oleh variasi product
yang sangat tinggi dalam Lot-lot order yang kecil, yang dalam prakteknya akan
membuat aktivitas produksi menjadi lebih sulit dan berpotensi menaikkan
cost.
Case seperti diatas menununjukkan begitu sulit bagi Manufacture untuk mengendalikan customer. Bermain di “ceruk” yang ketat, kita tidak boleh hanya berbicara function, tapi aspek-aspek lain yang dimiliki product akan menjadi nilai tambah, dalam memenangkan persaingan. Jika anda seorang praktisi PPIC yang familiar dengan proses Make To order (MTO), memiliki variasi item produk sangat tinggi, dan menerima oder dalam lot-lot kecil, model order seperti ini biasanya sangat merepotkan, terutama dalam tahap realisasi product. Entah ini kebetulan atau tidak, kondisi ini menjadi semacam bumerang bagi proses manufacturing secara keseluruhan. Salah satu problem internal terbesar manufacture kita yaitu fleksibilitas yang rendah, kemampuan bagian produksi dalam mengikuti strategi marketing kadang masih masih sangat kurang. Untuk itu PPIC bertanggung jawab dalam menentukan dan mengevaluasi sistem produksi, apakah harus dilakukan secara manual atau menggunakan soft ware dalam mengelolanya, mutlak sistem ini ada dibawah tanggung jawab PPIC. Terkadang, lemahnya pemahaman dan kesadaran leader-leader produksi akan hal ini menyebabkan sering adanya konflik internal antara PPIC dan Produksi. Saya ibaratkan hubungan PPIC dengan bagian produksi ibarat “Tom and Jerry”. Meskipun tidak menutup kemungkinan, dengan pertimbangan tertentu seperti fleksibilitas perubahan arah produksi, suplay material, dan distribusi data, antara PPIC dan Produksi berada dalam satu atap atau Divisi Operasional. Masing-masing dipimpin oleh Level Manager. Dari contoh case yang pernah saya temui dilapangan, model seperti ini memerlukan sosok Operasional Manager dengan leadership & knowledge yang sangat kuat, jika tidak akan terjadi over lapping Job, batas tanggung jawab yang tidak clear, dan yang paling bahaya yaitu konsesi-konsesi atau kesepakatan negatif yang berpengaruh pada mundurnya schedulle delivery dan konsumsi material yang relatif tinggi.
Case seperti diatas menununjukkan begitu sulit bagi Manufacture untuk mengendalikan customer. Bermain di “ceruk” yang ketat, kita tidak boleh hanya berbicara function, tapi aspek-aspek lain yang dimiliki product akan menjadi nilai tambah, dalam memenangkan persaingan. Jika anda seorang praktisi PPIC yang familiar dengan proses Make To order (MTO), memiliki variasi item produk sangat tinggi, dan menerima oder dalam lot-lot kecil, model order seperti ini biasanya sangat merepotkan, terutama dalam tahap realisasi product. Entah ini kebetulan atau tidak, kondisi ini menjadi semacam bumerang bagi proses manufacturing secara keseluruhan. Salah satu problem internal terbesar manufacture kita yaitu fleksibilitas yang rendah, kemampuan bagian produksi dalam mengikuti strategi marketing kadang masih masih sangat kurang. Untuk itu PPIC bertanggung jawab dalam menentukan dan mengevaluasi sistem produksi, apakah harus dilakukan secara manual atau menggunakan soft ware dalam mengelolanya, mutlak sistem ini ada dibawah tanggung jawab PPIC. Terkadang, lemahnya pemahaman dan kesadaran leader-leader produksi akan hal ini menyebabkan sering adanya konflik internal antara PPIC dan Produksi. Saya ibaratkan hubungan PPIC dengan bagian produksi ibarat “Tom and Jerry”. Meskipun tidak menutup kemungkinan, dengan pertimbangan tertentu seperti fleksibilitas perubahan arah produksi, suplay material, dan distribusi data, antara PPIC dan Produksi berada dalam satu atap atau Divisi Operasional. Masing-masing dipimpin oleh Level Manager. Dari contoh case yang pernah saya temui dilapangan, model seperti ini memerlukan sosok Operasional Manager dengan leadership & knowledge yang sangat kuat, jika tidak akan terjadi over lapping Job, batas tanggung jawab yang tidak clear, dan yang paling bahaya yaitu konsesi-konsesi atau kesepakatan negatif yang berpengaruh pada mundurnya schedulle delivery dan konsumsi material yang relatif tinggi.
PPIC bukanlah robot, yang hanya menjalankan aktivitas sesuai
prosedure yang berlaku. Tetapi secara Tim, PPIC berisi sekumpulan orang dengan
qualifikasi dasar diantaranya, memiliki sifat pembelajar/learning people,
memiliki analitycal skill, dan Sistematis. Jadi tidak hanya menjalankan sistem
yang sudah ada, tetapi lebih pada memastikan sistem yang dijalankan efektif
atau istilah saya "Rule Maker".
Design Planning dan
Inventory Control
Peran Sistem Informasi dalam aktivitas production
planning sangat besar, begitu besarnya sampai saya berani jamin, tanpa
bantuan software, aktivitas planning tidak akan optimal. Planning tidak hanya
mengerjakan masalah perencanaan saja, tapi terkait dengan manajemen inventory.
Otomatis Planning harus memiliki Link dengan Sistem Purchasing dan Ware house
secara real time dan up date. Ini masih dalam scope inventory, belum termasuk
aktivitas pengawasan proses produksi. Setiap perubahan dalam proses yang
terkait dengan Penjadwalan ulang (reschedulling), Pembuatan ulang (Remake),
Permintaan tambahan material, dll, pastinya akan mempengaruhi alokasi capasitas
dan seluruh penjadwalan. Pertanyaannya, mungkinkah Ms. Excel melakukannya? Jika
yang saya masuk sinkronisasi, yang saya tahu, jawabannya adalah “tidak
mungkin”. Excel hanya bisa mengerjakannya secara terpisah dan sangat tergantung
pada operator untuk melakukan rangkaian update.
Untuk lebih jelasnya berikut
saya sampaikan lingkup kerja PPIC :
Registrasi New
Item dan Material
Setiap
Item Product harus memiliki Item Code. Begitu pula Setiap material dan
supporting material yang digunakan sekecil apapun harus tercoding. Ada dua
jenis material, pertama Raw material, yaitu seluruh material yang
digunakan dalam proses pembentukan produk, dan kedua yaitu Supporting material,
yaitu material pembantu, yang digunakan untuk melengkapi unit Final product,
seperti plastic packaging, sticker, cartoon box, kertas label, dll.
Code untuk Regristasi ini berupa urutan numerik/angka. Kode
numerik digunakan agar dapat terbaca oleh sistem. Dalam perkembangannya, untuk
mempermudah input data, kode angka dikonversi lagi kedalam barcode,
sehingga proses input menggunakan scanner. Selain untuk mempercepat
waktu iniput, proses scanning menghasilkan data yang sangat akurat dengan
tingkat human error sangat rendah.
Item-item baru biasanya didapat dari bagian R&D,
setelah melalui uji coba dan berhasil, setelah di verifikasi oleh Quality Control
(QC), produk baru harus diregristasi oleh PPIC lengkap dengan komponen
penyusun dan formulasi per unit produk ( Material Requirement
Planning/MRP )
Pengelolaan Inventory
atau barang persediaan
Barang persediaan terdiri dari : 1) Material dan Supporting
Material, 2) Work In Process (WIP), dan 3) Final Product.
Material dan Supporting Material (M & SM). Ada dua hal yang harus selalu
diperhatikan untuk pengadaannya, yaitu; 1) M&SM tanpa melihat order
customer , 2) M & SM berdasarkan order customer. Dengan pertimbangan
minimalisir biaya pengadaan dan buffer, memiliki stock M & SM dalam batas
optimum dengan beberapa metode peramalan memberikan jaminan akan kelancaran
proses ( fluently production process ). Namun tidak menutup kemungkinan
adanya emergency order atau order spesial sehingga
menyebabkan keluarnya Bill of material (BOM) setelah kedatangan order customer
atau setelah arrange order ( master production schedulle/MPS )
Work In Process ( WIP ). Kondisi ideal, tahapan process dari
satu station ke station lainnya berlangsung secara continue. Namun ada beberapa
proses memerlukan pengelolaan khusus, akibatnya produksi terbagi
kedalam beberapa divisi berdasarkan proses. Pergeseran barang ½ jadi terkadang
tidak bisa sempurna atau satu banding satu. Karena aspek kerumitan dan
ongkos pengerjaan yang ekonomis, produk dari Divisi A yang menjadi bahan baku
untuk proses di divisi B, terkadang tidak dibuat pas atau sesuai
dengan order customer, mempertimbangkan aspek yang saya sebut sebelumnya,
quantity yang diproduksi kadang berlebih. Inilah yang disebut WIP, bagian
PPIC bertanggung jawab penuh dalam mengendalikan barang persediaan jenis
ini. Peranan Sistem Informasi dan penerapan logic proses yang tepat dapat
menjamin pengendalian WIP. PPIC akan selalu dapat memantau progress
produksi di semua tahapan proses.
Final Product. Barang persediaan jenis ini relatif lebih mudah
dikendalikan, karena posisinya sudah di tahap akhir, dengan manajemen
ware house yang baik, pengendalian final product bisa dilakukan dengan baik.
Poinnya, PPIC harus secara real time dan up to date dalam menerima informasi
mengenai final product siap dikirim ke customer.
Planning dan Monitoring
Proses Produksi
Mari memasuki intinya. PPIC menjadi semacam Conection
point dan Gate, antara dunia luar dan Internal perusahaan dalam
konteks realisasi produk. PPIC harus memberikan informasi yang akurat mengenai
proses internal ke Sales/Marketing, untuk diteruskan ke Customer. Sama dengan
dikehidupan sehari-hari, misal kita di posisi customer, mau beli Gado-gado,
kalo penjualnya lambat dan gak jelas kapan selesainya, setiap ditanya
jawabannya tidak tahu atau berulangkali sampaikan,”maaf saya cek dulu”,
hampir tidak ada kepastian kapan selesainya dan berapa banyak yang bisa
diselesaikan. Ini baru masalah gado-gado lho ya. Dalam sebuah industri, bisa
saja final product perusahaan kita menjadi material bagi industri
lainnya. Misal Industri kancing dan resleting menjadi material bagi
industri Garment. Inilah salah satu konsep dari “customer
satisfaction” . Customer tidak bisa melihat langsung ke dalam
“dapur” anda, tapi bagaimana meresponse datangnya order, akan
memberikan gambaran seberapa kuat kemampuan manufacturing perusahaan anda.
Disinilah vitalnya peranan PPIC dan Sistem Informasi dalam proses
planning dan monitoring .
Tahapan dalam planning dan monitoring proses
produksi
Arrange Order
Ini merupakan tahap awal dari planning, yaitu menerima
order dari Sales. Order ini bisa berupa direct order dari customer,
atau pembuatan stock untuk buffer saat peak season. Kombinasi Make To
order (MTO) dan Make To Stock (MTS). Beberapa perusahaan menyebutnya
Schedulling Rencana induk atau pembuatan Master Planning Schedule (MPS).
Schedulling ini masih belum detail, masih bersifat global dan memiliki periode
yang panjang 3 – 6 bulan. Data-data di MPS sangat penting untuk memberikan
informasi ke bagian produksi untuk mempersiapkan resourcesnya, dan ke bagian
purchasing untuk mempersiapkan material.
Meski masih didalam scope PPIC, beberapa perusahaan yang
sudah terintegrasi sistem informasinya, memberikan tugas input arrange order ke
bagian sales. Lho koq bisa…. Inilah keunggulan penerapan sistem informasi
yang integral. Purchase order dari Customer, langsung diinput oleh sales,
dan “real time” langsung masuk kedalam Master Planning Schedulle.
Bayangkan tinggal 1 klik saja, sistem sudah melakukan arrange order
secara automatis. Bagaimana melakukannya ?
Konsep dasarnya sebagai berikut. Dasar dari konsep ini,
yaitu menyerahkan pekerjaan reguler pada sistem. Karena logika manusia sulit
untuk mengolah informasi yang begitu banyak dan dalam waktu singkat,
sistem menggunakan logika machine, meski masih di back up dengan proses manual
operator. Ada beberapa parameter yang harus terpenuhi :
1.
Sistem memiliki data base mengenai
sistem Grouping, yaitu menyatukan item produk yang melalui jalur proses yang
sama, ibaratnya anda harus memiliki jalur seperti rel kereta api, untuk
jelasnya saya sudah menulis detail teknisnya dalam artikel di link ini : http://www.dedylondong.blogspot.com/2012/01/bagaimana-cara-menentukan-lead-time.html . Sebanyak
apapun variasi produk yang anda miliki, produksi sudah terbagi kedalam
line-line / jalur imaginer, yang dapat teridentifikasi oleh sistem.
2. Informasi ( data base ) mengenai
capasitas setiap line produksi
3. Informasi ( data base )
mengenai lead time setiap line produksi
4. Informasi (data base )stock
material
Dengan melihat sistem, PPIC secara manual dapat
memperkirakan keamanan suplay material yang dieprlukan, dan segera membuka
Purchase order jika dieprkirakan material tidak mencukupi. Input data Bill of
material (BOM), memiliki menu tersendiri, sehingga data base yang
tersedia tidak hanya kondisi aktual stock real time, tetapi progressnya, mulai
dari status : 1) purchase order (pembelian), 2) Arrive status ( tanggal
kedatangan ). Informasi ini progress ini sangat penting, karena
sistem hanya bisa melakukan alokasi order , jika status seluruh
component material lokasinya sudah di factory.
Alokasi &
Monitoring Order
Setelah PO Customer ter input kedalam database, secara
real time sistem menginformasikan pada PPIC estimasi schedulling dan
status component material. Seperti yang saya sampaikan data dalam Arrange order
masih sangat kasar dan belum bisa dibaca oleh bagian processing. Perusahaan
yang terdiri dari beberapa divisi-divisi yang saling tergantung (
dependent) memiliki kode-kode Gruping yang berbeda-beda. Semakin mendekati
proses akhir, pembagian grup/ Line ini semakin terpecah semakin banyak.
Disinilah pentingnya PPIC memahami total alur proses realisasi produk.
Alokasi order bertujuan untuk membagi Item yang diorder
kedalam tahapan-tahapan proses mulai awal sampai delivery. Berbeda dengan
arrange order, alokasi order biasanya memiliki periode schedulling yang lebih
pendek, yaitu sekitar 2 – 4 minggu , kecuali jika suatu Line benar-benar
mendapat order yang kapasitasnya melebihi dari 30 hari ( tentunya
ketentuan ini bervariasi disetiap perusahaan ). Tidak semua item dimulai dari
proses awal, inilah pentingnya database WIP, beberapa komponen-komponen
pendukung reguler juga distock dalam batas optimal di masing-masing
divisi. Sistem memberikan pergerakan barang persediaan diseluruh tahapan.
Istilah lain dari Alokasi Order yaitu Dispatching, aktivitas
pengeluaran work order/perintah kerja pada bagian produksi terkait. Item-item
produk yang ter-alokasi berarti sudah memiliki raw material yang
complete. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan alokasi &
Monitoring order :
1) PPIC memastikan kesiapan capasitas
produksi, biasanya untuk order-order dengan kapasitas yang melebihi, jika masih
berada direntang capasitas produksi yang disepakati, dan sudah terinput ke dalam
database, asumsi yang digunakan yaitu bagian produksi setuju
berapapun jumlah order yang diturunkan selama tidak melebihi capasity.
Sistem Line memberikan fleksibilitas tinggi. Anda pernah melewati jalur
puncak-Bogor ? Anda pernah mendengar sistem Buka Tutup jalur ? Konsepnya
seperti ini, dengan menerapkan sistem line, PPIC dapat menerapkan sistem
buka-tutup, menambah kapasitas di line tertentu, dengan terlebih dahulu
mengurangi atau bahkan menutup line lainnya, tentunya dengan terlebih dahulu
berkoordinasi dengan produksi, terutama perihal capasitas mesin dan
ketersediaan personel.
2) Mengkomunikasikan ke bagian Sales,
untuk diteruskan ke Customer, jika karena sesuatu hal, harus dilakukan schedule
yang berbeda, terutama jika terjadi percepatan dan perlambatan
penyelesaian.
3) Melakukan response yang cepat jika
terjadi masalah yang menyebabkan keterlambatan, denan mengambil option
re-Schedulling atau mengontrol Delay.
4) Memastikan order yang sudah
ter-alokasi ( dalam sistem) ter-Print out agar bisa dikerjakan oleh bagian
produksi. Ini sangat penting, karena print out Work order menjadi
dasar bagi personel di lantai produksi. Untuk itu Work Order harus memberikan
Informasi-informasi penting terkait : 1) Nama item product, 2) Component Material,
3) Code numeric atau Barcode, 4) Quantity, 5) Tanggal mulai produksi ( start
date ) , 6) Tanggal target selesai ( Finish Date), 7) Info lain terkait dengan
Spesifikasi produt ( warna, dimensi, dll ), 8) No. Regristasi Customer
Order, 9) No. Regristasi Work Order, 10) Identifikasi untuk mampu telusur
proses. Konsep yang saya sampaikan ini biasa disebut dengan “ KANBAN”
dibeberapa perusahaan Jepang. Tidak hanya informasi diatas, penerapan sistem
Kanban menuntut adanya standarisasi tempat-tempat penyimpanan. Misal, product
dalam sebuah Box berisi maksimal 400 pcs, jika order dari customer untuk
item ini totalnya 1000 pcs, maka Work Instruction Sheet/Kartu kanban
terpecah menjadi 3 sheet. Berturut-turut memiliki quantity 400, 400, 200 pcs/sheet.
Dengan masing-masing sheet memiliki No. Regrestasi sendiri ( angka
dan barcode), dalam prosesnya, Shet-sheet ini selalu mengikuti pergerakan
produk. Sepintas memang terlihat boros kertas, tapi melihat akurasi dan
kemudahan dalam processingnya, saya pikir masih jauh lebih besar manfaatnya. Saya
rekomendasikan sistem ini untuk anda terapkan.
5) Melakukan monitoring terhadap
progress di setiap stasiun kerja (work station). Delay di satu station
akan mempengaruhi ketepatan waktu station didepannya. Jika benar-benar
ini terjadi, PPIC harus mengambil langkah-langkah untuk melakukan
koordinasi dengan bagian-bagian terkait untuk mendapatkan solusinya.
6) System bersifat Close Loop atau
siklus tertutup, untuk setiap Perintah kerja / Work Instruction, progress dan
Resultnya harus dapat dimonitor sehingga menjadi informasi balik
yang akurat untuk seluruh bagian terkait ( glass wall management ), mulai
dari Sales, PPIC, bagian Operation, dan Management.
Penutup
Sepanjang karir saya dalam industri manufacture, PPIC merupakan bagian yang sangat unik.JIka melihat personel HRD, Finance, Produksi, Engineering, GA, Logistic, Continous Improvement (CI), dan QC, mereka ini memiliki basic knowledge yang bisa terpakai jika diterapkan di perusahaan yang bergerak dalam industri berbeda. Dengan tingkat adaptasi relatif lebih mudah, orang-orang yang berada dalam spesialisasi yang saya sebut diatas tingkat perputarannya relatif tinggi, apalagi bagian HRD bsia saya sebut luar biasa tinggi.
Berbeda kondisinya dengan PPIC ( dan R&D), basic knowledge tidak banyak membantu jika orang-orang ini berpindah kerja di indsutri dengan bidang dan model operasi yang berbeda. Tidak bisa 'Copy Paste'. Mereka seperti mulai dari awal dalam memahami total system yang berkaitan dengan Produksi, Logistic, Marketing, bahkan Finance. Barangkali tiga fungsi yang saya sebut terakhir relatif mudah, namun system produksi memerlukan pemahaman yang sangat tinggi. Karena pengetahuan dan pemahaman terhadap keempat system ini merupakan basic knowledge saat memasuki perusahaan yang baru, ini saya asumsikan anda tidak memiliki masalah dalam komunikasi dan interpersonal saat masuk dalam organisasi perusahaan yang baru lho ya. melihat situasi ini, saya sangat maklum jika perpindahan orang PPIC ke perusahaan lain biasanya berada dalam bidang yang sejenis atau mirip, akan lebih safe. Dan saya sangat kagum plus Salut bagi anda, yang berani keluar dan mencoba memasuki bidang industri yang berbeda.
Berikut 3 Tips dasar bagi PPIC Leader ( Chief atau
Manager level ) agar sukses dalam industri manufacture :
1. Memahami seluruh prosedure operasional terkait dengan
produksi, inventory, logistic, marketing. Tidak hanya tekstual, tetapi kondisi
actual wajib untuk dipahami. Knowledge ini akan sangat berguna dalam
menganalisa permasalahan yang melibatkan beberapa bagian. Pemahaman mutlak akan
prosedure menjamin rasa hormat personel dari bagian lain.
2. Memahami proses produksi dengan aktual & detail. Jika
anda berfikir, bisa memahaminya dengan hanya mempelajari flowchart, Instruksi
kerja, SOP, dll. Ini masih sangat kurang, Pemahaman anda sebagai orang PPIC
harus sama baiknya dengan skill & knowledge Supervisor dan
Manager Produksi bahkan lebih baik, jika PPIC berperan sebagai 'Rule
Maker' .
3. Positioning yang jelas dan tepat. PPIC bukanlah perpanjangan
tangan Produksi dan Marketing. Untuk itu dengan dilandasi dua poin diatas, PPIC
harus berada di posisi yang proporsional, dengan fokus pada target utama, yaitu
ketepatan Delivery dan Stabilitas Capasitas Produksi.
Deva sadar sepenuhnya artikel ini bukanlah sebuah manual
book yang berisi ratusan halaman tentang detail alur proses, prosedure, sistem
informasi, dll. Tentunya masih banyak aspek yang bisa
dikembangkan dalam mensupport manufacture dalam memenuhi kepuasan pelanggan
dari sisi realisasi product.
Akhir kata, ditengah berbagai kekurangan, semoga
artikel ini memberikan manfaat bagi rekan-rekan yang lagi butuh bahan referensi all about PPIC...
sekali lagi salam dari penulis, Bravo teman2. selamat menjelajah... ckkkkk :D